Spirit Memuliakan Bulan Ramadhan
“Barang siapa menjalankan ibadah puasa dengan penuh keimanan, maka Allah akan mengampuni dosanya yang akan datang” (HR. Bukhari Muslim)
Umat Islam kembali memasuki bulan Ramadan 1444 H. Berbeda dengan tahun sebelumnya, situasi kali ini kita telah terbebas dari pandemi covid 19. Keadaan ini tentu, menjadi angin segar bagi umat Islam yang akan menunaikan ibadah puasa, sebab tidak ada lagi pembatasan dalam beribadah dimanapun berada. Rasa rindu akan datangnya bulan Suci Ramadhan menjadikan kita menyalakan semangat fastabiqul khairat. Semangat tersebut sebagai bagian dari cara kita memuliakan bulan Suci Ramadhan.
Spirit Fastabiqul Khairat Ramadhan
Spirit fastabiqul khairat terilhami dari Surat Al-Baqarah:148 yang artinya ‘berlomba-lomba dalam kebaikan’. Lantas dengan siapa dan bagaimana mekanisme semangat tersebut?
Catatan penting dalam semangat ini bukanlah seperti ‘rivalry confrontation’ konfrontasi berbasis rival, tetapi penting bagi kita bahwa spirit fastabiqul khairat ialah menjadi yang terbaik untuk meraih predikat takwa dari Allah. Prestasi prestisius tersebut merupakan goal setting yang harus kita kejar.
Meraihnya, memang tidak mudah, diperlukan ikhtiar maksimal. Suasana puasa yang berbeda dari bulan- bulan sebelumnya akan memberikan daya positif untuk dapat meraihnya, sebab selama berpuasa ,mayoritas setiap muslim notabene banyak melakukan aktivitas positif.
Semangat atau spirit fastabiqul khairat juga harus kita pahami dalam dimensi pedagogis dari pesan universal puasa. Risalah Islam mengajarkan bagimana praktik berpuasa tidak semata-mata sebagai alih-alih menggugurkan kewajiban, tetapi sebagai suatu amaliah yang bergerak dalam frekuensi penghayatan yang mendalam.
Dari sini kita memahami bahwa puasa mendidik kita untuk menjalankan ibadah secara periodik sesuai ketentuan syariat yang mampu menuhankan Tuhan dan memanusiakan manusia.
Paradigma ihsan memposisikan diri kita sebagai hamba Allah yang menyadari bahwa tiada sedikitpun yang luput dari pengawasan Allah termasuk niat kita dalam beribadah. Puasa menjadi teramat istimewa sebab orang yang berpuasa itu meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena taat pada perintahKu Allah, puasa adalah untukku (Allah) dan Aku akan memberikan balasannya, sedang sesuatu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat gandanya.” Demikian kata Allah dalam salah satu hadis qudsi.
Proses dari transendensi (habluminallah) mengarahkan kita pada keharusan menghargai sesama. Berpuasa mampu menyapih kemanusiaan kita dari materialisme dan ego. Kesalehan sosial mewujud dalam sikap empati kepada kaum termarjinalkan, kaum mustadafin ataupun golongang fakir miskin. Sebagian rezeki yang sejujurnya merupakan titipan, kita salurkan kepada yang membutuhkan. Tentu saja tidak mudah mempraktikkannya, tetapi spirit fastabiqul khairat dengan landasan teologis yang benar mempu mendorong kita melaksanakannya.
Ragam amalan pada bulan puasa ramadhan pun kita siapkan. Kurikulum selama satu bulan dapat kita rancang misalnya,
Ragam Amalan Puasa Ramadhan
- Niat mengkhatamkan Al Qur’an dengan frekuensi yang lebih tinggi dari hari-hari biasa,
- Tarawih di masjid,
- Memperbanyak sedekah,
- Mencari Lailatul Qadar, dan
- Memperbanyak zikir dan Istigfar.
Selain itu, beberapa tips sehat puasa di bulan ramadhan juga kita perhatikan. Misalnya
Tips Sehat Puasa Ramadhan
- Menjaga pola makan saat sahur dan buka,
- Memperbanyak minum air putih,
- Aktvitas fisik selama 30 menit, dan
- Pola tidur pun harus kita perhatikan.
Puasa yang benar menurut syariah akan menguatkan sistem imun dan menjadikan tubuh lebih sehat “Berpuasalah niscaya kalian akan sehat.” (Hadist diriwayatkan Ath Thabrani).
Kalimat “niscaya kalian akan sehat” ini, merupakan jaminan kesehatan dari Rasulullah SAW bagi orang-orang yg menjalankan ibadah puasa dengan baik.
Persiapan yang baik di bulan ramadhan adalah kunci keberhasilan untuk meraih tujuan taqwa yang didambakan setiap insan beriman “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Albaqarah:183).